SIKAP BIJAK DALAM KEHIDUPAN
BIJAK ITU MENDAMAIKAN
Sebagian manusia mengaku beriman namun keimanan mereka hanya sebatas pada perkataan belaka.
Pembahasan ini adalah hal sensitif, mohon saran jika ada yang kurang tepat, karena aku hanya insan haus ilmu dari kalian.
INILAH CIRI2NYA, APAKAH KITA TERMASUK DI DALAMNYA:
Pertama, mereka yang memiliki keimanan yang hakiki, dalam hati mereka tidak ada keraguan adanya tuhan.
Ketiga, Orang yang ketika mendengarkan kalimat mengagungkan-NYA.
Hati mereka bergetar, menambah keimanan mereka dan mereka semakin kuat untuk senantiasa bertawakkal ( tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan) kepada _NYA.
Dan ketika mereka mendengarkan neraka,surga,hari kebangkitan(kiamat) maka keimanan merekapun semakin bertambah, semakin taat Melaksanakan ketaatan kepada Allah
Senantiasa melaksanakan perintah-NYA
DOA PALING BIJAK ADALAH BERSYUKUR
Adapun syukur, dasarnya digunakan untuk mengakui dengan tulus penuh penghormatan atas nikmat yang dianugerahkan, baik dengan ucapan atau dengan perbuatan.
”Kalau kamu bersyukur, pasti bertambah nikmat-Ku untukmu, dan kalau kamu kufur, sesungguhnya azabku sangat pedih”
“Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlan kufur”
Syukur sebagai kondisi hati untuk cinta pada wujud Allah yang telah memberikan nikmat-Nya, dilanjutkan dengan pembuktian anggota badannya yang diarahkan untuk senantiasa mentaati-Nya, disertai pengakuan lisan melalui pujian kepada-Nya.
Syukur pada tiga tingkatan : syukur hati; syukur lisan; dan syukur perbuatan. Ketiga tahapan syukur itu harus berkesinambungan dan terjalin erat.
Kita diberikan oleh Allah mata, maka syukurnya kita adalah dengan menggunakan mata itu untuk hal-hal kebaikan.
Kita diberikan telinga, maka gunakanlah untuk mendengar kebaikan.
Kita diberikan lisan, maka ucapkanlah kata-kata yang mengajak pada keimanan. Kita diberi uang, harta, jabatan, yakinlah itu rahmat Allah, ucapkanlah alhamdulillah, dan yang terpenting pergunakanlah semuanya untuk jalan yang diridhai Tuhan, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau mengabarkannya” . Karenanya, kita belum dinilai bersyukur, jika hanya meyakini memperoleh nikmat dari Allah, lalu mengucapkan alhamdulilah, tetapi menggunakan nikmat itu pada jalan maksiat.
Kita diberikan lisan, maka ucapkanlah kata-kata yang mengajak pada keimanan. Kita diberi uang, harta, jabatan, yakinlah itu rahmat Allah, ucapkanlah alhamdulillah, dan yang terpenting pergunakanlah semuanya untuk jalan yang diridhai Tuhan, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau mengabarkannya” . Karenanya, kita belum dinilai bersyukur, jika hanya meyakini memperoleh nikmat dari Allah, lalu mengucapkan alhamdulilah, tetapi menggunakan nikmat itu pada jalan maksiat.
Lantas, bagaimana agar syukur kita selaras antara hati, lisan dan tindakan?
Untuk mensyukuri suatu nikmat secara sempurna, seseorang harus mengetahui untuk apa nikmat tersebut diciptakan/dianugerahkan Allah. Jika telah ditemukan jawabnya, maka gunakanlah nikmat itu sesuai dengan tujuan dimaksud. Karena itu, defenisi syukur adalah menggunakan segala apa yang dianugerahkan Allah sesuai dengan tujuan penciptaan anugerah itu.
Kesadaran yang bermula dari lubuk hati yang terdalam itu, mengantar seseorang untuk menyampaikan pujian kepada-Nya dalam bentuk lisan, disusul dengan menggunakan semua anugerah/nikmat yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahan-Nya. Melalui syukur peringkat ketiga ini, terpenuhi janji Allah yang mengatakan :
“Kalau kamu bersyukur, pasti bertambah nikmat-Ku untukmu”
Dimensi syukur dua arah, yakni dari hamba dan dari Tuhan, dari makhluk dan dari Khaliq.
Manusia beryukur kepada Allah swt, dan Allah juga “bersyukur” kepada manusia. Syukurnya hamba kepada Allah swt, adalah dengan memuji kepada-Nya dan dengan mengingatkan kebaikan-Nya;
Sedangkan syukurnya Allah swt kepada hamba bermakna Allah memuji kepadanya dan mengingat kebaikannya.
Perbuatan baik hamba adalah taat kepada Allah swt, sedangkan perbuatan baik Allah swt adalah dengan memberikan tambahan kenikmatan dan pertolongan.
![]() |
KEHIDUPAN |
Karena itulah, pada hakikatnya kita tak mampu mensyukuri seluruh nikmat Allah,seperti diungkapkan Alquran, “Kalau kamu mencoba-coba menghitung nikmat Allah , niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya”, dan juga karena setiap syukur kita membutuhkan syukur lagi, dan kesadaran mensyukuri nikmat Allah juga merupakan bagian dari kenikmatan itu sendiri.
- BY ZULIA -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please your coment